Mudahnya Berdamai Dengan Diri Sendiri
Damai itu indah, ada ungkapan terkenal demikian. Namun apabila ada konflik yang dirasa sangat keras, berdamai menjadi hal yang sulit dilakukan. Jangankan diimplementasikan, perihal pun hanya angan. Banyak yang menerka akan lebih sulit berdamai dengan orang lain dibanding diri sendiri. Padahal sebaliknya.
Bila kesal atau murka pada orang lain, pelampiasannya sanggup dengan menghardik, memaki, mengumpat, menegur serta memarahi yang bersangkutan. Apabila sosok yang bersangkutan ternyata mempunyai kuasa lebih, contohnya atasan atau guru, pelampiasannya pada benda mati. Bisa dengan merobek kertas, memukul meja, membanting gelas, yang terkadang malah melukai diri sendiri. Pelampiasan yang paling final ketika kekesalan dan kemarahan itu memuncak yakni dengan berteriak ataupun menangis tersedu.
Bagaimana apabila kesal dengan diri sendiri? Haruskan memaki diri? Hal ini malah menciptakan diri sendiri down, semakin tidak bersemangat dan menambah penat. Rasa rendah diri akan makin parah, hidup makin tidak bergairah.
Ataukah lebih baik bila dengan menyakiti diri sendiri? Saya pernah membaca salah satu webtoon, sang tokoh menentukan menyayat nadi ketika kecewa menyelimuti hati. Tentu hal ini menciptakan keluarga menjadi sedih. Jangan sampsi duduk perkara diri sendiri malah mengganggu psikologi keluarga.
Berteriak histeris dan menangis tergugu menjadi hal yang secara umum dikuasai dilakukan dikala kesal, murka serta kecewa pada diri sendiri menggerogoti hati. Kurang puas dengan prestasi sekolah, hasil kerja, putus cinta padahal sudah setia, terlalu usang menciptakan keputusan sampai kesempatan menjadi bayangan, merupakan beberapa hal yang menjadikan rasa kesal pada diri sendiri. Wajar, memang. Sungguh manusiawi.
Namun kalau administrasi hati telah terlatih, rasa ini sanggup ditangani. Cara utamanya yaitu berdamai dengan diri sendiri. Misalnya dengan berguru memaafkan, alasannya yaitu ini menjadi kunci biar pintu hening lebar terbuka. Pun nrimo mendapatkan keadaan, sebagai cikal bakal intropeksi diri sehingga sanggup jadi lebih baik lagi.
Susah?
Tidak!
Apabila mau mengingat dan mencatat apa akar duduk perkara rasa kesal dan kecewa tersebut. Hal ini sanggup sebagai alarm utama yang akan nyaring berbunyi bila mengulang kesalahan yang sama. Minta pula orang terdekat untuk mengoreksi dan menasehati prilaku diri ini. Jangan murka padanya bila dikoreksi, malah perlu berterima kasih alasannya yaitu sudah ada yang peduli.
Jangan takut berdamai dengan diri sendiri. Hal ini bukan menciptakan diri lemah alasannya yaitu menyerah mendapatkan kesalahan diri, tapi jadi penguat sehingga sanggup berbuat yang lebih tepat. Jangan ragu berdamai dengan diri sendiri. Karena dengan demikian, maka suatu dikala akan lebih ringan berdamai dan memaafkan orang lain. Menambah kawan, mengurangi rival, menjadi sebuah laba sampingan sehabis berdamai dengan diri sendiri dilakukan.
Sekian.