Hikmah Kesalahan Hasil Usg



Alhamdulillah...
Senin kemarin, 4 Desember 2017 jam 10.30, si Dedek akibatnya lahir ke dunia. Sempat cemas alasannya hari sebelumnya tidak ada kontraksi **yang katanya sakit banget**, menunjukan akan melahirkan. Pun ketuban yang mendadak pecah ketika subuh, padahal tidak ada mules sama sekali.
Beruntung sedia Alinamin F, sehabis ketuban pecah ternyata makin terasa dahsyatnya kontraksi yang **akhirnya** terasa sakit, tanda akan melahirkan.

Baca juga:: Guna Alinamin F untuk Menambah Kontraksi? 

Sangat terkejut ketika tahu berapa berat tubuh lahir si Dedek. Hampir 4 Kg! Alhamdulillah lahir normal dan lancar. Padahal hari sebelumnya, Minggu, 3 Desember 2017, hasil ultrasonografi (USG) memperkirakan berat janin hanya 2,9 Kg. Nah loo?

Baca juga:: Tempat USG Kandungan Murah di Sidoarjo 

Kebetulan Mama saya sudah di Krian semenjak Kamis malam lalu. Mumpung libur kerja, ia jaga-jaga kalau-kalau saya melahirkan. Maklum, sudah waktunya. Perkiraan melahirkan jika berdasarkan USG sebelumnya di tanggal 27 November 2017 dan berdasarkan Hari Pertama Mens Terakhir (HPHT) sekitar 10 Desember 2017. Persalinan sanggup terjadi kapan saja, lebih cepat atau lebih lambat 2 ahad dari tanggal tersebut.

Karena belum ada gejala melahirkan, saya dan Mas Boz (suami) merencanakan USG pada hari Minggu. Tujuannya selain ingin tahu update tafsiran berat janin, juga ingin konsultasi bagaimana cara mengatasi kecemasan saya akan tanda persalinan yang tak juga tiba ini. Kebetulan kawasan USG yang buka di Minggu pagi hanya di RS Anwar Medika. Maka meluncurlah Mas Bos untuk mendaftarkan saya pada Minggu jam 6 pagi semoga sanggup ikut antre USG di siang harinya.

Entah mengapa...kali ini pelayanan poli kandungan RS Anwar Medika mengecewakan. Selain alasannya dr Linda, SpOG sebagai dokter seorang hebat kandungan yang tidak jaga di hari itu, dokter penggantinya tak kunjung tiba dan melaksanakan pelayanan hingga jam 11 siang. Alasannya ada operasi. Padahal saya menerima antrean nomor 18. Entah jam berapa akan dipanggil.

Saya, Mas Boz, Mama dan Shasa (keponakan) menunggu antrean dari jam 09.30. Pelayanan yang gres dimulai jam 11 siang, mendadak dilarang pada jam 12.30. Lagi-lagi alasannya ada operasi. Padahal ketika itu sudah hingga antrean nomor 12 yang dipanggil untul diperiksa. Giliran saya kapan?

Mas Boz mengomel. "Tahu gini, pulang dari tadi! Gak jelas! Yuk pulang! Besok saja kita periksa di RS lain."

Saya diam. Mama yang kemudian menenangkannya dan mengajak sholat Dhuhur sambil istirahat sejenak di masjid terdekat. Beruntung Mas Boz menurut, emosinya sedikit mereda. Kami pun lantas memenuhi panggilanNya di masjid samping RS Anwar Medika.

Setelah sholat, Mama mengajak kembali antre. Siapa tahu masih rezeki. Dan...  Benar! Baru saja saya duduk, bidan poli kandungan memanggil nama saya. Kami berempat pun masuk ke ruang USG. Syukurlah...

Saya tidak tahu siapa nama dokter perempuan yang menggantikan dr Linda, SpOG pada Minggu, 3 Desember 2017 lalu. Ketika saya utarakan problem saya yang tidak kunjung muncul kontraksi padahal sudah cukup bulan (aterm), ia hanya berkata, "Sabar." Tidak ada kalimat pengusir galau lainnya.

Saya kemudian diminta berbaring di atas bed dan USG pun dilakukan. Saat itu, saya agak "tidak-percaya" dengan hasil kerjanya. Caranya mengoperasikan mesin USG terlihat kaku. Saat kontras gambar muncul di layar pun, ia tidak sanggup detail menjelaskan apa yang tampak.

Iseng saya tes...
"Dok, kini posisi plasenta di mana ya?" saya tanyakan di mana lokasi ari-ari.

Ia memutar-mutar ujung alat USG di atas perut saya, tak kunjung menjawab. Malah bertanya, "Kemarin di mana?"

"Kiri bawah," jawab saya singkat.

Ujung alat USG pun diarahkan ke perut saya di sisi kiri bawah.

"Oiya... Ini di kiri bawah bab dalam," katanya.

"Kalau beratnya?" saya coba tes lagi.

"Emm..." lisan dokter-yang-entah-siapa-namanya ini kembali bingung. "Kemarin terakhir periksa berapa?"

"Kalau 2 ahad kemudian sekitar 2,8 Kg."

"Oh ini hampir 2,9 Kg kok," katanya dan saya tak percaya. Ia menjawab dengan nada ragu-ragu, sih.

Hasil USG dengan dr Linda, SpOG 
Hasil USG dengan dokter-yang-entah-siapa-namanya

Usai dokter mencetak hasil USG, saya diminta turun dari bed. Saya dan Mas Bos kemudian duduk di hadapannya. Di sini, saya lagi-lagi iseng bertanya.

"Dok, jika hingga hari H tak kunjung ada kontraksi, saya harus bagaimana?"

"Mau dirangsang?" tanyanya.

Saya sedikit terkejut. Waw! Dirangsang pakai apa ya?

"Pakai obat, masuk RS."

"Oooh...diinduksi maksudnya?"

"Iyah."

Saya diam. Ini bukan solusi dari hebat kandungan. Maksud saya...iya memang akibatnya diinduksi, tapi kan belum lebih bulan (post date). Masih sanggup dirangsang tanpa obat. Saran suruh kekerabatan seksual lebih sering, kek. Saran semoga lebih rileks dan banyak berdoa, juga sanggup diutarakan. Atau banyak-banyak acara jongkok dan nungging sekalian perbaiki posisi janin dalam kandungan.

Sebenarnya dokter ini siapa? Masih PPDS (dokter yang berguru jadi spesialis) atau dokter jaga UGD atau siapa?

Pelayanannya sangat jauh di bawah dr Linda, SpOG. Caranya menjawab terlihat ragu-ragu. Pun caranya menenangkan pasien. Yang ada, jawabannya ini malah menciptakan pasien kepikiran. Siapa yang mau diinduksi persalinan memakai obat? Sakit, bo'!

Walau USG kali ini tak berjalan sesuai harapan, saya sedikit tenang. Kan katanya berat janin masih kurang dari 3 Kg. Saya sempat takut jika di atas 3 Kg, membayangkan akan susah melahirkannya. Butuh ekstra tenaga ketika mengejan. Saya...tidak yakin bisa.

Esok harinya, saya yang pecah ketuban eksklusif ke rumah bidan. Di sana, hasil USG terbaru dari RS Anwar Medika yang tertulis di buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) dicek Bu Bidan. Karena tertulis tafsiran berat janin hanya 2,9 Kg yang artinya tergolong berat normal yang boleh ditolong bidan, maka Bu Bidan dengan bahagia hati menolong. Apalagi ketika perut saya diukur, tinggi fundus sekitar 31 cm dengan asumsi asumsi berat janin sekitar 3 Kg.

Andai saja bila dokter-yang-entah-siapa-namanya sanggup USG dengan baik dan berat janin orisinil saya yang tampak, adalah 3,9 Kg... Tentunya tidak ada bidan yang mau mendapatkan saya bersalin di kawasan prakteknya. Pastinya saya dirujuk dan wajib melahirkan di rumah sakit.

Alasannya... Karena ini gres persalinan perdana. Walau tinggi tubuh saya normal (di atas 155 cm), tapi dengan tafsiran berat janin yang melebihi 3,8 Kg dikhawatirkan terjadi persalinan macet yang sanggup membahayakan nyawa ibu dan janin. Bayi yang saya lahirkan ini termasuk bayi besar. Sangat beresiko lahir secara normal. Syukurlah kemarin semuanya lancar sesuai harapan: sanggup melahirkan secara normal, kondisi ibu - bayi sehat dan selamat.

Alhamdulillah...

Jadi, selalu ada hikmah dari setiap peristiwa. Karena salah hasil USG, saya jadi sanggup melahirkan sesuai rencana: melahirkan secara normal di rumah bidan.

Terima kasih banyak, dokter-yang-entah-siapa-namanya ...

Tapi semoga selanjutnya sanggup lebih fasih mengoperasikan alat USG bila menggantikan dr Linda, SpOG ya. Kasihan pasien lainnya. Syukur jika memang tidak ada kelainan. Takutnya ada diagnosa patologis (abnormal) yang dianggap fisiologis (normal). Atau perkara saya ini terulang pada pasien lain, dan ternyata ada macet persalinan. Bahaya!

Baca juga:: Cerita Persalinan Normal 3900 Gram







Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel