Seputar Harapan Mama Dan Kenyataan Yang Ada



Seorang perempuan pada kodratnya yaitu menjadi ibu, entah itu dengan melahirkan sendiri buah hatinya dan atau dengan mengasuh serta mendidiknya hingga menjadi generasi yang lebih baik lagi. Seperti Mama saya, dia melahirkan, mengasuh dan mendidik aku hingga menjadi menyerupai kini ini. Harapan beliau, lepas sekolah 3 tahun di perguruan tinggi kebidanan, aku sanggup menjadi bidan profesional sesuai impiannya yang dulu tidak kesampaian. Mama aku seorang perawat, dulu sempat ingin lanjut sekolah bidan lantaran seringnya menolong persalinan. Karena terbatas pada kondisi perekonomian kala itu, dana yang inginnya dia kucurkan untuk melanjutkan pendidikan harus teralihkan menjadi sebuah bangunan kokoh berjulukan rumah.


Sebagai anak perempuan satu-satunya, Mama sangat berharap aku menjadi bidan. Dengan ilmu kesehatan yang dipunya, minimal sanggup menjaga kesehatan diri sendiri serta keluarga. Bahkan juga sanggup membantu orang lain, terlebih bila bekerja pada instansi kesehatan menyerupai rumah sakit dan Puskesmas. Bisa mencicipi serunya menolong persalinan dan mengerti cara menangani aneka perkara reproduksi lainnya. Impian Mama tersebut sempat aku wujudkan, sayangnya tak lama.

Sebelum menikah, selama beberapa tahun aku mengabdikan diri pada instansi Rumah Sakit pemkot Pasuruan. Seragamnya ditentukan. Padahal aku sendiri punya keinginan menggunakan baju kerja yang eye catching menyerupai yang digunakan kiprah sekretaris di beberapa sinetron. Begitu elegan dan cantik, koleksi baju kerja perempuan cek di sini. Tetapi lantaran aku bekerja di bidang kesehatan, tentunya pakaian harus sopan dan tidak menyolok. Biasa saja, yang penting kerjanya bagus dan memuaskan para pasien.

Seragam kerja hari Jumat - Sabtu di rumah sakit Pasuruan

Seragam itu sendiri fungsinya biar sanggup membedakan mana petugas kesehatan, petugas kebersihan, petugas rekam medik, dan pihak administrasi rumah sakit. Jikalau para bidan pakai baju kolam sekretaris, bisa-bisa dikira pihak administrasi yang melaksanakan malpraktek pada para pasien. Pun seragam ini sebagai bentuk kekompakkan tim, sama semua dan tidak ada kesenjangan antara yang pegawai kontrak dan Pegawai Negeri Sipil (PNS). Kami juga sanggup lebih konsentrasi bekerja tanpa berangan, “Baiknya besok pakai baju kerja yang mana ya?”

Gaji pertama aku kala itu untuk makan-makan bersama Mama, sisanya ditabung. Inginnya beli dompet kulit perempuan branded seperti teman-teman, tapi pesan Mama lebih baik sisanya disimpan biar punya tabungan. Iya sih¸ wajib punya tabungan. Usia sudah kepala 2, mau beli apa-apa mestinya pakai uang sendiri. Jangan hingga minta Mama, malu! Masa terus merepotkan beliau?

Hingga lalu aku tetapkan hendak menikah dan ketika itu calon suami meminta aku resign. Sempat resah … jikalau aku tidak bekerja lagi, apa tidak apa? Saya pun bertanya pada Mama, lantaran dia yang menyekolahkan aku dan sangat berharap aku jadi bidan. Saya tidak ingin mengecewakannya.

“Istri yaitu tanggung jawab suami. Kalau kau menikah, sudah bukan tanggung jawab Mama lagi. Ganti suamimu yang menjagamu. Kamu harus lebih berdasarkan padanya,” inilah balasan Mama yang menciptakan aku menitikkan air mata.

Kebetulan masa sebelum aku melangkah ke pelaminan ialah masa-masa perpanjangan kontrak bagi pegawai kontrak menyerupai saya. Dengan berat hati, aku menolak anjuran dari pihak manajemen. Mereka sempat mencibir, “Apa pekerjaan calon suami Artha hingga dia yakin tidak mau bekerja lagi?” Banyak rekan sejawat yang juga eksklusif bertanya pada Mama, mengapa memperbolehkan aku tidak lagi menjadi bidan di rumah sakit.

Apa mau dikata. Usai menikah, aku dan Mas Bos (suami) tinggal di rumah kami sendiri di luar kota. Jarak Sidoarjo – Pasuruan yang lumayan, mustahil aku tempuh demi mencari nafkah yang bahkan sanggup dipenuhi oleh Mas Bos. Apalagi ketika aku faktual hamil sebulan sehabis menikah, Mas Bos ingin aku benar-benar di rumah dan menjaga buah hati kami. Ia sosok yang bertanggung jawab dan siaga menjaga kondisi aku yang berbadan dua. Mengantar cek kondisi janin via ultrasonografi (USG), rajin mengingatkan aku agar rutin minum vitamin, menuruti segala keinginan aku dan lain sebagainya.

Sebagai istri, aku mengikuti pesan Mama biar menuruti apa keinginan suami. Rela tidak lagi mengamalkan ilmu di kemudahan layanan kesehatan. Harus tulus dan meminta maaf pada Mama lantaran tidak lagi menjadi bidan di rumah sakit. Namun bukan berarti keinginan Mama akan berhenti hingga di sini, lantaran Mas Bos lebih menganjurkan aku membuka praktek bidan di rumah suatu ketika nanti. Alhamdulillah …


Setelah ini semoga aku sanggup menciptakan Mama besar hati mempunyai putri yang bermanfaat bagi orang lain. Menjadi bidan profesional yang tidak hanya berpatok mencari laba secara finansial, tetapi bekerja dengan tulus tulus membantu sesama wanita. Bidan yang menjadi sahabat para wanita. Setelah ini … sehabis aku sanggup melahirkan dengan normal, lancer dan selamat. Semoga. Mohon doanya ya …


Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel