Langit Biru Akan Selalu Ada Jika Kita Mau Menjaganya
Langit biru
awan putih
terbentang indah
lukisan Yang Kuasa.
awan putih
terbentang indah
lukisan Yang Kuasa.
(Balon Udaraku – Sherina)
Ah, apakah langit biru hanya sebuah kiasan? Kenyataannya saya memandang langit yang kelabu. Padahal langit Sidoarjo yang saya abadikan lewat jepretan kamera ponsel jam 11 siang ini begitu cerah, sayangnya tak tampak warna birunya yang indah. Atau mungkin ada sesuatu yang menutupi birunya langit.
Sejatinya warna biru pada langit merupakan bentuk interaksi antara atmosfer dan cahaya matahari yang mengakibatkan penyebaran cahaya. Nah pada atmosfer lapisan terbawah, partikel kecil oksigen dan molekul nitrogen membuatkan cahaya gelombang pendek (spektrum warna biru dan nila) ke derajat yang lebih besar dari cahaya gelombang panjang (spektrum warna merah dan kuning). Karena penyebaran dari cahaya gelombang pendek lebih luas maka di siang hari warna biru lah yang terlihat. Hal ini selain lantaran mata lebih sensitif terhadap cahaya biru, juga lantaran sebagian cahaya nila telah diserap oleh lapisan atas atmosfer.
Makara apabila langit berwarna kelabu di siang hari padahal tidak ada mendung yang menyertai, hal ini dampak dari merajalelanya polusi udara. Bukan hanya asap pabrik dan pembakaran sampah rumah tangga yang mengotorinya. Menurut penelitian, 75% sumber pencemaran udara berasal dari asap kendaraan bermotor. Birunya langit tentu berbeda dengan di pegunungan lantaran sedikit pencemaran udara lantaran kendaraan bermotor jarang dijumpai.
Dampak pencemaran udara sanggup mempengaruhi kualitas udara setempat. Udara yang dihirup tidak menyegarkan dan terasa wangi asap. Asap kendaraan bermotor itu sendiri mengandung banyak zat beracun, salah satunya gas karbon monoksida sebagai bentuk materi bakar yang terbakar tidak sempurna. Gas ini tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak berasa.
Bahayanya bila menghirupnya terlalu banyak, maka terjadi gangguan di sistem pernapasan, ibarat batuk, sesak dan gangguan pada kerja paru-paru. Mata juga jadi lembap dan pedih akhir terkena gas ini. Ditambah penglihatan menjadi kabur akhir asap dan debu. Parahnya, pada peredaran darah, karbon monoksida mengikat hemoglobin lebih tinggi dibanding oksigen sehingga transportasi oksigen ke seluruh badan jadi terganggu. Dengan kadar oksigen yang rendah dalam otak sanggup berakibat keracunan sehingga mengakibatkan kemampuan otak menurun.
Asap kendaraan bermotor juga membuat polutan lepas ke udara sehingga atmosfer menjadi lebih pekat. Hal ini berakibat buruk, namanya imbas rumah kaca. Konsentrasi material yang pekat menghalangi sinar gelombang panjang keluar dari atmosfer dan membuatnya tetap berada di dalam lapisan udara. Suhu jadi lebih panas dari biasanya. Itulah mengapa akhir-akhir ini kita sering gerah, rasanya kemarau berlangsung lebih usang dari seharusnya.
Jika hal ini dibiarkan, akan semakin menjadi-jadi. Di masa yang akan datang, tentu jumlah kendaraan kian pesat. Pencemaraan udara makin besar lantaran polusi asap kendaraan yang menumpuk. Bukan hanya kita yang mencicipi dampak buruknya, anak cucu pun ikut keracunan gas buang. Penyakit muncul di mana-mana, kesehatan makhluk hidup memburuk. Belum lagi global warming yang mengancam kelangsungan hidup makhluk hidup oleh lantaran imbas rumah beling yang meningkat. Mau jadi ibarat apa generasi kita selanjutnya jikalau kita membisu saja?
Beruntung Pertamina menggagas Proyek Langit Biru Cilacap (Cilacap Blue Sky Project). Proyek kelanjutan dari Residual Fluid Catalytic Cracking ini berupaya meningkatkan spesifikasi gasoline dari premium (RON 88) menjadi pertamax (RON 92). RON atau Research Octane Number adalah angka yang menunjukan ketahanan materi bakar terhadap kompresi di dalam mesin. Karena beroktan tinggi, produknya jadi ramah lingkungan sesuai dengan standar Euro IV. Langit jadi tetap biru, tak banyak tertutupi oleh asap kendaraan bermotor lagi.
Pada pembangunan proyek ini, ada pepohonan yang ditebang untuk memperluas area proyek. Hebatnya, pepohonan yang ditebang dihitung jumlahnya dengan tujuan untuk dilakukan penanaman kembali. Batang pohon yang ditebang pun disumbangkan ke komunitas ataupun masyarakat yang tinggal di sekitar kilang. Hal ini sesuai dengan janji Pertamina yang peduli akan kelestarian lingkungan. Pepohonan hijau sebagai paru-paru bumi jadi tetap ada. Kita dan anak cucu nantinya tidak akan kekurangan oksigen.
Karena kilang terbesar di Indonesia ini bisa meningkatkan produksi Bahan Bakar Minyak (BBM) oktan tinggi, maka mengurangi ketergantungan produk BBM dari luar negeri. Perekonomian negara jadi sangat terbantu lantaran sanggup menghemat subsidi pemerintah. Pengalihan subsidi kemudian sanggup dibagi untuk pembangunan di bidang pendidikan, infrastruktur, dan kesehatan. Perbaikan di mana-mana, nasib anak cucu kita pun terjamin.
Saya sempat miris membayangkan bagaimana bila keturunan saya nantinya tidak sanggup mencicipi indahnya langit biru. Ia hanya bisa memandangnya lewat gambar pada buku-buku cerita. Langit biru kemudian menjadi mitos, seiring dengan memburuknya kondisi makhluk hidup di muka bumi. Beruntung kemajuan teknologi menolong kita, ada penemuan untuk mengurangi gas buang kendaraan bermotor sehingga jauh lebih ramah lingkungan.
Itulah mengapa penggunaan materi bakar untuk kendaraan bermotor kita sangat berdampak pada langit biru. Dengan memakai materi bakar pertamax berarti kita telah mengurangi gas buang sebagai sisa pembakaran yang dihasilkan kendaraan bermotor. Kualitas udara jadi lebih terjaga dan sehat, baik untuk dihirup makhluk hidup. Dan yang terpenting tidak meracuni badan manusia. Langit juga tidak lagi kelabu tertutup kabut asap. Langit biru akan selalu ada bila kita mau menjaganya.
Dengan pemilihan BBM yang tepat, secara tidak eksklusif kitapun menjadi generasi langit biru, yakni generasi milenial yang mementingkan kualitas hidup untuk masa depan yang lebih baik. Bukankah kita semua ingin masa depan yang cerah secerah langit biru, optimis dan penuh keinginan gres untuk generasi yang akan datang?
Update:
Alhamdulillah goresan pena ini dinobatkan sebagai jawara 2 ^^