Ketika Kehamilan Bidan Diperiksa Bidan:: Sosialisasi Pencegahan Penularan Hiv Dari Ibu Ke Anak (Ppia) Pada Ibu Hamil (Bagian 1)



Selasa kemudian (31 Oktober 2017) untuk pertama kalinya saya tiba ke agenda khusus ibu hamil di Kelurahan Kemasan, Kecamatan Krian, Sidoarjo. Sebelumnya memang didata siapa saja ibu hamil di wilayah kawasan tinggal saya ini dan diundang untuk investigasi darah secara gratis. Woro-woronya ibarat itu. Makara jam setengah 8 pagi dikala Mas Boz (suami) gres pulang kerja lepas jaga malam, saya memintanya mengantar ke kantor kelurahan. Saya pikir hanya sebentar, diambil darah saja kemudian pulang. Ternyata ada sosialisasinya segala dan agenda diisi oleh bidan-bidan Puskesmas Krian. Lalu saya minta Mas Boz untuk pulang dan beristirahat sementara saya berkumpul bersama para ibu hamil.


Begini ya rasanya menjadi ibu hamil beneran. Hihi, bahagia sekali saya mempunyai banyak sobat senasib berperut buncit. Kami mengobrol banyak hal walau gres berkenalan. Ada banyak dongeng kehamilan yang menciptakan saya takjub, yang kebanyakan wacana kehamilan yang tidak disadari. Rata-rata para ibu ini usianya di atas 35 tahun, usia yang sangat beresiko untuk hamil lagi. Namun alasannya yaitu kegagalan kontrasepsi yang digunakan, mau tidak mau harus terima bila berbadan dua lagi. Toh ini rezeki dari Allah.

Jam karetnya Indonesia masih berlaku. Setelah beberapa jam menunggu, jadinya kendaraan beroda empat puskesmas yang mengangkut para bidan pengisi agenda tiba juga. Acara dimulai jam setengah 10, cukup siang dan menciptakan perut saya keroncongan. Beruntung dikala pendaftaran menyerahkan buku pink Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), kami para ibu hamil yang kelaparan menerima roti dan air mineral. Lumayan mengganjal rontahan peristaltik usus, hihi. Para bidan kemudian dengan sigap memanggil para ibu hamil untuk mendata dan anamnase yakni menanyakan keluhan dan riwayat kehamilan, menyelidiki gigi dan mengambil sampel darah serta urine untuk investigasi laboratorium.



Setelah itu secara bergantian kami masuk ke ruang bidan desa untuk diperiksa janinnya. Dicek tekanan darah dan kenaikan berat badannya dulu. Lalu ditidurkan untuk diperiksa perutnya, melihat kondisi janinnya. Di dikala inilah saya merasa kurang sreg dengan pemeriksa. Mungkin alasannya yaitu saya sendiri yaitu bidan, saya mengerti mekanisme dan pelaksanaannya. Saat seorang bidan puskesmas menyelidiki asumsi ukuran janin saya dengan mengukur panjang perut memakai meteran, ia melebih-lebihkan ukurannya. Baru kemarin lusa saya periksa ke bidan senior lain desa, ukurannya 29 cm. Tetapi di sini jadi 33 cm alasannya yaitu pemeriksanya tidak mengatur perut saya sedemikian rupa sehingga jadi lebih memanjang. Ia kemudian berkata, “Jangan banyak minum manis, nanti bayinya besar.” Untuk ukuran 34-35 minggu, panjang segitu jadi termasuk golongan bayi besar dan harus waspada. Baiklah… saya membisu saja dan menganggap ini teguran semoga sanggup lebih menjaga teladan makan dan minum saya.


Sang pemeriksa kemudian mencari dimana punggung janin saya untuk mendengar bunyi detak jantung memakai alat (dopler). Sayangnya lagi-lagi ia tidak menyelidiki dengan benar, palpasi yakni investigasi memakai tangan, caranya salah. Padahal punggung janin saya ada di sisi kanan, tapi ia malah memastikan ada di sisi bawah. Bukannya itu artinya posisi janin saya melintang? Wah wah … padahal ia bilang posisi kepala janin saya sudah masuk pintu atas panggul (PAP), dimana posisi tersebut normal. Tapi? Yasudahlah … Alhamdulillah detak janin sanggup saya dengarkan dengan sempurna walau memintanya sedikit menggeser dopler ke arah kanan. Frekuensinya 136 x per menit, normal sesuai rentang detak jantung janin (DJJ) 120 – 160 x per menit.

Pemeriksaan selesai, saya diminta turun dari kawasan tidur. Tiba-tiba ada bidan lain yang menanyakan lingkar lengan atas (lila) saya dan pemeriksa saya menjawab, “31 cm”. Di sini saya pribadi protes, saya sama sekali tidak diperiksa di bab itu kemudian mengapa ia sanggup menjawab seenaknya? Mengarang indah? Sangat disayangkan. Saya kemudian menyerukan bahwa tidak ada investigasi pengukuran lila, dan pemeriksaanpun dilakukan. Hasilnya 30 cm dank arena tidak mau malu, pemeriksa saya menyampaikan 31 cm. Ya sudahlah…


Dari bencana ini, saya sangat kecewa dengan kinerja pemeriksa saya. Bukan saya menyalahkan dan menyampaikan kerja bidan puskesmas Krian buruk. Karena tidak semua ibarat itu atau mungkin sialnya saya yang diperiksa oleh bidan yang kurang kompeten. Padahal semasa saya kerja dulu, saya tidak ingin mengecewakan para pasien. Setiap investigasi saya lakukan sebaik-baiknya, saya usahakan hasilnya akurat alasannya yaitu menyangkut kesehatan ibu dan janin. Pun usai investigasi selalu feedback pada pasien mungkin ada yang menjadi pertanyaan mereka, dengan bahagia hati saya jawab.

Maka dikala saya menerima perlakuan ibarat ini, dimana investigasi dilakukan asal-asalan, rasanya sangat kecewa dan jadi bertekad tidak mau periksa ke puskesmas. Cukup ke bidan senior yang jauh lebih baik pelayanannya. Bukannya cerewet, bukannya sok tahu… Karena saya bidan, saya jadi merasa kasihan pada para pasien yang tidka mengerti apa-apa. Semoga saya kesalahan dan keteledoran investigasi hanya terjadi pada saya, bukan pada ibu hamil lainnya.

Setelah keluar dari ruang investigasi kehamilan atau antenatal care (ANC), saya ke kawasan pembagian obat. Di sini saya menerima stok zat besi sebanyak 90 butir, beberapa butir kalsium dan vitamin C. Untuk perembesan zat besi yang optimal memang lebih baik bersamaan dengan meminum vitamin C di malam hari. Mengapa konsumsinya lebih baik dikala akan tidur? Sebagai antisipasi pengaruh samping berupa mual sehingga tidak mengganggu aktivitas. Vitamin yang saya konsumsi kebetulan habis, jadi untuk sementara vitamin-vitamin dari puskesmas ini yang saya konsumsi. Saya juga menerima paket kuliner komplemen ibu hamil berupa biskuit berlapis gula rasa strawberi. Ukurannya cukup besar dan tebal, cocok sebagai kudapan sarat gizi. Pembagian snack gratis ini yaitu agenda pemerintah untuk memperbaiki gizi ibu hamil, sebagai perjuangan semoga Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) sanggup menurun.



Untuk sosialisasi Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak (PPIA) pada ibu hamil yang materinya disajikan oleh para bidan dan kepala puskesmas Krian, saya lanjutkan pada postingan berikutnya ya… Bersambung dulu biar seru.

Terima kasih banyak sudah membaca sedikit uneg-uneg saya atas kinerja bidan zaman now. Walau saya juga bidan, tapi jadi koreksi diri atas kinerja dan kompetensi yang dimiliki. Semoga di kemudian hari saya tidak melaksanakan hal serupa, kasihan para pasien yang tidak mengerti apa-apa dan pasrah akan hasil investigasi bidan. Semoga kualitas bidan Indonesia jadi jauh lebih baik.


Salam manis,

tha_







Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel