Cara Menjadi Istri Yang Baik



Wanita mana sih yang tidak ingin menjadi seorang istri yang baik? Saya rasa impian menjadi istri yang baik dan kemudian menjadi ibu yang bisa membesarkan dan mengasuh sang buah hati tak hanya menjadi milik saya, tetapi semua perempuan di dunia. Istri sebagai perempuan di sisi kepala keluarga sejatinya turut memegang tugas teramat penting dalam keutuhan dan keharmonisan rumah tangga. Jadi, amatlah salah apabila banyak persepsi yang meremehkan tugas seorang istri, hanya dianggap untuk masak-macak-manak.



Kini saya yaitu seorang istri. Untuk menjadi istri yang baik, sedini mungkin (bahkan jauh sebelum menikah) saya menyiapkannya dengan mencari cara perihal bagaimana menjadi istri yang baik. Saya berguru pada lingkungan sekitar, dari aneka macam polemik rumah tangga orang-orang yang saya kenal. Pun berguru dari perilaku saya ketika masih khilaf pacaran dulu. Ehem… dulu saya begitu kekanakan, selfish dan mungkin kurang perhatian. Makanya putus sesudah berabad-abad pacaran. Huhuhu… Beruntung kemudian dipertemukan dengan imam yang ‘tepat’ dan sangat sabar membimbing saya. Eh kok malah ngelantur.

Baca Juga :

Bagaimakah cara menjadi istri yang baik? Tirulah Sayyida Khadijah. Istri pertama Rasulullah dan satu-satunya hingga maut perempuan mulia tersebut, benar-benar bisa menjadi acuan. Tentang watak-perangai dia tidak akan saya bahas detail di sini, tentulah secara garis besar Kawan semua mengetahuinya. Di sini, saya hanya akan menjabarkan bagaimana cara menjadi istri yang baik yang dirangkum dari pengalaman Mama, ipar dan teman-teman saya.

Langkah pertama untuk menjadi istri yang baik ialah dengan mengikuti firman Allah dalam Surat An-Nur ayat 30 – 31. Itu yaitu perintah untuk berhijab, menjaga pandangan dan kemaluan. Dengan demikian, setidaknya telah menjadi perempuan solikha. Minimal telah mulia lantaran sudah bisa menjaga dirinya. InsyaAllah juga bisa menjaga jalinan keutuhan rumah tangga, dengan semakin meningkatkan kualitas ibadah biar bersahabat dengan RabbNya.

Istri yang baik yaitu yang mampu menjadi penenang bagi pasangan. Seperti kisah Sayyida Khadijah yang menyelimuti Rasulullah ketika dia ketakutan. Tutur katanya yang lembut bisa menguatkan Rasulullah. “Demi Allah, Allah tidak akan menyia-nyiakanrnu. Engkau selalu menghubungkan silaturahim, berbicara benar, memikul beban orang lain, menolong orang papa, menghorrnati tamu, dan membantu meringankan derita dan petaka orang lain,” demikian ungkapnya yang dikutip dari buku Dzaujatur-Rasulullah, karya Amru Yusuf.

Mama saya selalu berkata apabila lelaki mulai galau atau lelah, jangan sekali-kali menambah ‘beban’. Misalnya ketika suami pulang kerja, jangan eksklusif disodori dengan kisah bawah umur yang nakalnya naudzubillah. Jelas saja kepala suami makin mumet dan tekanan darah naik. Yang benar ialah ketika pulang kerja, sambut suami dengan senyum terindah. Bantu bawakan tas dan siapkan minuman hangat di meja. Biarkan suami istirahat. Ketika letih berkurang, barulah ceritakan apa yang kita (sebagai istri) alami. Kalau suasananya tanpa mendung, ngobrol pun jadi nyambung.

Teringat bagaimana kala adik lelaki saya murka dan mengucapkan kata-kata kasar. Adik ipar saya yang juga ikut tersulut emosinya menjawab dengan nada keras. ‘Perang’ semakin besar, hampir saja kekerasan dalam rumah tangga terjadi andai Mama tak melerai. Ah, suatu pelajaran. Kalau suami sedang darah tinggi, lebih baik pergi. Atau tetap diam, biar suasana panas tetap tenang dan mendingin.

Kata teman-teman yang sudah menikah, istri yang baik ialah yang mau terus belajar. Sebab kehidupan tak melulu soal cinta, tapi juga perihal duduk kasus ekonomi lantaran insan butuh makan, jalan-jalan dan bersenang-senang. Salah satu cara menerbitkan kembali rasa cinta yaitu dengan masakan enak. Ada rasa yang menggelitik suami ketika masakan tersaji di meja makan, lantaran sesungguhnya dalam hati suami gembira mempunyai istri yang bisa masak. Karenanya, istri yang baik harus terus berguru biar bisa masak enak.

Istri yang baik haruslah cendekia mengatur keuangan keluarga. Kerja atau tidak kerja, harus bisa menabung dan menciptakan pengeluaran sesuai porsinya. Kalau punya penghasilan yang lebih besar, jangan hingga merasa ‘hebat’ dan mencelanya. Sebab walau bagaimanapun, suami yaitu kepala keluarga. 

Saat ijab qabul, Ayah sudah menyerahkan kita pada laki-laki yang dipandang sanggup menjadi imam. Apa yang dikatakan suami, selama itu baik dan tidak menyimpang dari perintah Allah, wajib hukumnya untuk dipatuhi. Jangan hanya tampakkan perilaku baik selama masa pengenalan sebelum menikah, tapi peliharalah perilaku baik tersebut hingga final hayat.

Baca Juga :



Dandan bagus ketika di rumah, di hadapan suami bukan hanya bagus ketika tiba di program resepsi. Bertutur lembut di segala situasi, jangan hanya ketika minta uang lantaran ingin beli tas trendi. Yang terpenting, sebagai istri yang baik memang harus bisa kontrol emosi. Kalau ada masalah, sekecil apapun, ceritakan dulu pada Allah. Setelah tenang, barulah diskusi dengan suami ketika santai sambil menonton televisi.

Alhamdulillah Mas Boz, suami saya, sangat telaten mengingatkan saya. Manusia tempatnya alpa dan dosa. Dari awal kami berkomitmen untuk saling memperbaiki diri dan istiqomah berada di jalanNya. Semoga selalu tenang menyerupai ini, hingga anak kami lahir nanti kami bisa membimbingnya menjadi insan beriman dan konsisten pada komitmennya. Jangan jadi insan pemberi harapan palsu (PHP) ya, Nak… Sakit rasanya. Uh!

Semoga saya bisa menjadi istri yang baik sesuai goresan pena ini. Selalu berusaha. Semangat! Kalian juga yaa teman-teman ^^



Salam manis,

Tha_







Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel