Pentingnya Mengerti Thayyib Halal Haram





DUAR!

Suara petasan bergema memekakkan telinga. Hanya sekali. Lalu tampak kilauan sinar indah di gelapnya langit malam, kembang api. Setelahnya terdengar lantunan shalawat yang mengiringi langkah para cowok desa tempat tinggal saya. Dengan ditemani nyala obor, mereka riuh berkeliling desa seraya mengumandangkan takbir. Allahu akbar! Itulah perayaan menyambut Tahun Baru Islam beberapa waktu lalu.


Hal ini tentu sangat kontras bila dibandingkan dengan meriahnya program tahun gres masehi. Sebagian besar warga keluar rumah dan berkumpul di keramaian. Kalau di kawasan saya banyak yang bersama sanak saudaranya menanti pergantian tahun di alun-alun. Terompet ditiup sana-sini sebagai bentuk pemanasan. Menjelang pukul 00.00 WIB pada 1 Januari, petasan berderu dimana-mana, bersahut-sahutan. Pemegang kembang api pun tak kalah, ratusan atau bahkan jutaan rupiah melayang sia-sia terbakar begitu saja.

Sempat saya berpikir, bolehkan merayakan hal ini? Bagaimana dengan merayakan Tahun Baru Islam itu sendiri? Menghambur-hamburkan harta untuk sebuah momen termasuk halal atau haram? Seperti merayakan hari kelahiran, bolehkah demikian?

Saya kemudian teringat wacana dongeng seorang cowok yang sedang kehausan dan berhenti di tepi sungai yang jernih. Di ketika beliau mengambil air untuk melepas dahaganya, tampak sebutir apel yang ranum. Diambilnya buah tersebut dan dimakannya. Nikmat, mungkin saja itu rezeki dari Allah. Tetapi… apakah kuliner tersebut halal lantaran beliau menikmatinya begitu saja tanpa tahu siapa pemiliknya?

Disusurinyalah sungai tersebut dengan rasa bersalah sampai menemukan sebuah kebun apel. Memang benar, apel tersebut berasal dari kebun yang dimiliki oleh seorang Pak Tua. Sang cowok kemudian menemui pemiliknya dan meminta keikhlasan semoga apa yang dimakannya menjadi halal. Tapi apakah benar buah yang jatuh tanpa sengaja dan ditemukan orang lain itu menjadi haram hukumnya?

Perkara halal dan haram ialah hal yang sensitif. Terkesan remeh, namun dampaknya sangat besar bila memang tidak tahu hukumnya. Ada sebuah kata lagi yang biasanya menyertai halal, yakni thayyib. Mungkin pernah mendengar tetapi belum paham maksudnya. Untuk itulah goresan pena ini saya buat, semoga kita sanggup sama-sama berguru wacana aturan Islam yang mempunyai efek besar dalam kehidupan kita.

Walau kebanyakan wacana apa yang kita konsumsi: halal, haram dan thayyib tidak hanya wacana itu. Maksud sesuatu yang halal ialah segala yang diizinkan oleh Allah. Haram ialah kebalikannya, yang dihentikan oleh Allah. Sementara makna thayyib yaitu sesuatu yang dirasakan ‘enak’ oleh indera atau jiwa, selain yang menyakitkan dan menjijikkan. Bisa pula berarti segala yang suci / tidak najis. Sesuatu yang thayyib menyertai sesuatu yang halal.

Sumber aturan tersebut berasal dari Allah. Sementara di masa Jahiliyah, penetapan halal dan haram merujuk hawa nafsu dan patuh terhadap pemikiran nenek moyang. Begitu pula pada agama Nasrani, menurut kehendak pemuka agama mereka. Karena itulah Allah mencela kedua kaum tersebut lantaran ketaatan mereka yang berlebihan terhadap para pemuka agama mereka, berani menyekutukan Allah.

Syariat Islam mempertimbangkan kemaslahatan dan madharatnya dalam menghalalkan dan mengharamkan sesuatu. Yang halal pastinya mengandung kebaikan di dalamnya, sedangkan yang haram pasti unsur bahayanya dominan. Oleh alasannya itu, seorang mukmin harus selalu memastikan apa yang masuk ke perutnya ialah barang-barang thayyib nan halal, menghindari sesuatu yang masih mewaspadai dan mencurigakan semoga terhindar dari yang diharamkan Allah. Juga tidak memakan kuliner haram atau mencarinya dengan cara-cara terlarang. Sudah menjadi kewajiban untuk mencari rezeki halal dan membatasi diri dari yang haram meskipun dalam kondisi sulit.


Mengapa harus menentukan yang haram sedangkan ada lebih banyak hal thayyib nan halal di muka bumi ini?

Bahkan dalam Al Baqarah ayat 168, Allah berfirman, “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kau mengikuti langkah-langkah setan; lantaran sebenarnya setan itu ialah musuh yang positif bagimu.”

Mengapa demikian? Sebab banyak sekali dampak jelek yang terjadi bila menentukan yang haram. Contohnya adalah:

1. Tidak terkabulnya doa dan amalan selama 40 hari tidak diterima
Rasulullah SAW telah bersabda, “Wahai Sa’ad perbaikilah makananmu (makanlah kuliner yang halal) pasti engkau akan menjadi orang yang selalu dikabulkan doanya. Dan demi jiwaku yang ada di tangan-Nya, sungguh bila ada seseorang yang memasukkan kuliner haram ke dalam perutnya, maka tidak akan diterima amalnya selama 40 hari dan seorang hamba yang dagingnya tumbuh dari hasil menipu dan riba, maka neraka lebih layak baginya.” (HR At-Thabrani)

2. Sulit berinfak sholeh
Para nabi telah mengajarkan kita wacana bagaimana berinfak sholeh dengan mengutamakan kebaikan dari apapun yang dilakukan dan dikonsumsi. Makanan yang baik pun menghipnotis aktivitas yang kita lakukan, lebih mengarah ke positif. Kaprikornus bila selama ini merasa malas dan berat untuk beramal, alangkah baiknya meninjau ulang kuliner dan minuman yang masuk ke akses cerna.

3. Menyebabkan penyakit
Makanan dan minuman thayyib nan halal tentu baik bagi tubuh. Malah kebanyakan menjadi obat dari banyak sekali penyakit. Sebaliknya, kuliner minuman haram menjadikan banyak imbas samping. Contohnya minuman keras, dampaknya merusak tubuh. Pun pada apa saja yang didapat dengan jalan yang haram, mencuri misalnya. Tidak ada sedikitpun keberkahan darinya sehingga tidak ada rasa hening dan senang usai mendapat sesuatu dari jalan yang salah. Perasaan cemas dan takut malah muncul, sampai tak heran kemudian terserang penyakit yang utamanya menyerang jiwa.

4. Silaturrahminya sia-sia
Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa mendapat harta dari dosa, kemudian ia dengannya bersilaturahim (menyambung persaudaraan) atau bersedekah, atau membelanjakan (infaq) di jalan Allah, maka Allah menghimpun seluruhnya itu, kemudian Dia melemparkannya ke dalam neraka.” Naudzubillah … Pun pada ibadah haji yang biayanya didapat dari pekerjaan yang haram, contohnya menjadi rentenir atau lintah darat, malaikat Allah tidak mencatatnya sebagai amalan baik.

5. Balasan api neraka
Karena sesuatu yang haram, maka tidak ada doa yang terkabul dan amalan kebaikan yang kurang serta tidak tercatat, maka di hari tamat neraka lah tempat bagi kaum pemuja hal haram.


Mengapa kasus thayyib, halal dan haram penting untuk dipelajari dan dipahami? Sebab hal ini sanggup menghindarkan diri dan keluarga dari segala unsur yang sanggup mengotori fitrah badan dan jiwa. Keluarga ialah hal yang utama. Siapapun tentu ingin di hari nanti berada di nirwana bahu-membahu keluarganya. Ulama pun menyampaikan bahwa kasus ini ialah sepertiga agama, sedangkan sisanya yakni kasus niat dan kesesuaian amal dengan syariat.

Baca Juga :

Hukum thayyib, halal dan haram wajib pula diketahui seluruh perempuan sebagai pendidik utama generasi selanjutnya. Seperti sabda Rasulullah dari hadist riwayat Bukhari-Muslim, Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah. Ayah dan ibunyalah yang menjadikannya Yahudi, Katolik atau Majusi.” Di tugas orang tua, terutama ibu, dalam mengenalkan prilaku dan kuliner yang baik sehingga mendorong keturunannya untuk berinfak baik pula. Pun menafkahi dan memberi makan minum anak-anaknya dari nafkah yang halal, sehingga tidak terhapus segala kebaikannya. Tak lupa menunjukkan pola wacana cara berprilaku terpuji serta menentukan yang berlabel halal untuk dikonsumsi sehari-hari.


Selengkapnya wacana thayyib, halal dan haram masih saya pelajari. Bagi mitra sekalian yang juga penasaran, sanggup pesan dan baca buku Waspada Jejak Haram yang Mengintai karya Riawani Elyta dan Risa Mutia terbitan Qibla (imprint BIP Gramedia). Ada giveaway juga loh! Yuk ikutan! semoga kita sanggup jadi salah satu pemenang, mendapat bukunya dan mempelajari Islam lebih baik lagi ^^

Aamiin.



Salam manis,

tha_




Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel