Perkembangan Industri Asuransi Jiwa Di Indonesia


Suatu ketika pasti kan datang

Saat-saat paling menakutkan

Sang malaikat pencabut nyawa

Kan merenggut ruhmu dari badan

Tak seorang pun yang akan dapat

Menolongmu dari kematian

Juga hartamu tak akan mampu

Menebusmu dari kematian

Kematian -- rhoma_irama
Kematian yakni hal yang sudah pasti terjadi pada setiap insan sebagai makhluk hidup. Entah pada yang masih muda, sudah renta atau bahkan anak-anak. Semasa masih bekerja di rumah sakit, seringkali saya melihat bagaimana proses maut terjadi di depan mata. Padahal saya tidak bertugas di cuilan penyakit terminal menyerupai kanker stadium lanjut atau penyakit dalam, namun pada cuilan obstetri ginekologi di mana justru banyak kelahiran yang terjadi. Namun siapa sangka ada beberapa perkara di mana terjadi sebuah awal kehidupan gres tapi juga malah menimbulkan hilangnya sebuah nyawa: usaha seorang ibu melahirkan bayinya.



Dulu saya meremehkan fungsi asuransi jiwa. “Ah udah susah kumpulin uang, eh ujung-ujungnya susah klaim!”, pikir saya begitu mengingat beberapa stigma masyarakat mengenai aktivitas ini. Namun sehabis hal jelek terjadi, walau bukan pada diri sendiri tetapi pada banyak pasien di depan mata, malah menciptakan kesadaran bahwa kita perlu berjaga-jaga atas kehidupan. Setidaknya punya “pegangan” untuk melanjutkan hidup. Misalnya saja pada ibu rumah tangga di mana kiprah mencari nafkah hanya terpusat pada sang kepala keluarga. Apa akhirnya bila suatu hari sang suami tersebut kecelakaan dan insiden terburuk menimpa: meninggal dunia? Bagaimana cara sang ibu tersebut melanjutkan kehidupan untuknya dan anak-anaknya? Di sinilah kiprah asuransi jiwa kemudian menjadi andalan.

Apa bergotong-royong asuransi jiwa itu?
Pada dasarnya yang dimaksud dengan asuransi jiwa yakni suatu perjanjian terikat antara penanggung dan tertanggung dengan mendapatkan suatu premi dimana bertujuan menawarkan santunan terhadap per-individu dan atau per-kelompok (keluarga) atas kerugian finansial yang tak terduga. Hal ini bisa lantaran terjadinya maut mendadak lantaran suatu penyakit atau kecelakaan atau alasannya yakni lainnya; cacat tetap total atau sudah tidak produktif bekerja lagi sehingga timbul hilangnya penghasilan. Hal ini tentu cukup mengganggu, alasannya yakni untuk hidup tentu butuh finansial untuk mencukupi kebutuhan. Uang makan, saku anak, transportasi, listrik, air, dan masih banyak lagi.

Syukurlah tampaknya masyarakat negara kita sudah mulai menyadari akan pentingnya asuransi jiwa. Pihak rumah sakit sebagai daerah referensi bila terjadi insiden jelek (kecelakaan atau kematian) pun turut memahami bagaimana cara klaim asuransi sehingga bisa optimal dalam “menolong” masyarakat. Prosesnya sekarang dipermudah, asal sesuai syarat berlaku. Maka tak heran pertumbuhan industri asuransi jiwa di Indonesia kemudian mengalami peningkatan.

Dilihat dari pendapatan premi (sejumlah uang yang harus dibayarkan setiap bulannya sebagai kewajiban dari tertanggung atas keikutsertaannya di asuransi) industri asuransi jiwa pada kuartal I 2017 mekar 28,15 % dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Maret 2017, pendapatan premi industri asuransi jiwa mencapai Rp 35,19 triliun. Padahal pada kuartal I 2016, pendapatannya hanya sebesar Rp 27,46 triliun. Sedangkan jumlah pemilik polis (perjanjian asuransi secara tertulis) asuransi jiwa di Indonesia ada di kisaran 7 juta polis atau kurang dari 5 % dari jumlah penduduk Indonesia. Sungguh angka yang sudah cukup besar.


Ada 4 macam asuransi jiwa yang perlu diketahui, yakni:
1. Asuransi Jiwa Berjangka (Term Life) – yang mempunyai masa habis perjanjian, bisa selama 5, 10, 15 tahun dan seterusnya. Kelemahannya jikalau meninggal atau tidak produktif sehabis jangka waktunya habis, maka keluarga tidak mendapatkan pertanggungan. Namun preminya rendah sehingga terjangkau bagi semua golongan.
2. Asuransi Jiwa Seumur Hidup (Whole Life) -- menawarkan perlindungan selama 99 tahun atau disebut seumur hidup, alasannya yakni angka keinginan hidup masyarakat Indonesia yakni 65 tahun (pria) dan 70 tahun (wanita). Nilai premi lebih tinggi dari term life, tapi nantinya akan menerima uang tunai sejumlah 4% dari total premi.
3. Asuransi Jiwa Dwiguna (Endowment) – yang sanggup sebagai tem life dan tabungan, sehingga kita sanggup menarik polis asuransi jikalau mempunyai kebutuhan mendesak namun tetap sesuai dengan perjanjian pada perusahaan asuransi.
4. Asuransi Jiwa Unit Link – yang sanggup berperan sebagai perlindungan dan investasi. Premi tentu jauh lebih tinggi tapi mempunyai nilai investasi yang cukup menjanjikan.

Dengan mempunyai asuransi jiwa, pasti pikiran dan hati menjadi lebih tenang. Keluarga sebagai hal yang berharga jadi mempunyai kelangsungan hidup yang jauh lebih besar. Apalagi bagi kepala keluarga, tentu menjadi lebih tentram lantaran keluarga jadi punya semacam jaminan sehingga tidak lagi terlalu panik bila hal jelek menimpa. Entah itu risiko kecelakaan, kesehatan, atau kehilangan jiwa.

Jadi masihkan menyepelekan pentingnya asuransi jiwa?




Referensi: https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20170505172355-78-212637/kuartal-i-premi-industri-asuransi-jiwa-mekar-2815-persen/


Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel