Kisah Bekas Sc Yang Melahirkan Normal


Assalamualaikum ...

Saya lagi santai-santai di rumah, nih. Iyah, semenjak persiapan nikah udah gak kerja lagi.  Tapi masih sering mimpi nolong persalinan menyerupai semasa dinas :D Mungkin kangen kerja, masuk akal lah. Dulu workaholic bingitz, sering nerus dinas dan jarang ambil libur. Sekalinya libur dapat hampir seminggu, hihi. Jangan dicontoh ya.

Semasa kerja, pasiennya aneh-aneh :D Bukaaan... Bukan perangainya yang aneh, akan tetapi kasus yang muncul di luar ekspektasi. Maunya dinas dengan nyaman dan tenang, faktanya degdegser mulu >.< Yaiyalah wong kerjanya di rumah sakit, pastinya jarang yang kasus normal :D


Contohnya di suatu dinas malam. Ada pasien yang sebut saja namanya Ny. D, usia 26 tahun. Seusia saya kala itu, tapi sudah hamil kedua. Ini menciptakan sayaaa ... enggg... hahaha. Tapi lumayanlah dibanding ketika menolong teman Sekolah Menengan Atas yang tiba dengan kondisi hamil keempat. WHAT? Iyah beneran. Di situ kadang saya merasa... mewek :’(

Kembali ke pasien dini hari itu. Beliau tiba tanggal September 2016, pukul 03.30 WIB. Masih ingat sekali lantaran salah satu kasus ‘seru’. Tekanan darahnya normal. Tinggi tubuh melebihi standar yakni lebih dari 145 cm. Besar perut juga sesuai, asumsi bayi lahir nanti sekitar 3 Kg. Pembukaan masih buka 2, ketuban masih ada dan letak terendah yaitu kepala sehingga dapat ditolong dengan kelahiran normal.

Harusnya normal senormal-normalnya. Sayangnyaaa... Riwayat kelahiran pertama ditolong lewat section caesaria (SC) atau operasi sesar atas indikasi kematian janin dalam kandungan. Usia kehamilannya kala itu 7 bulan, sudah dicoba lahir normal namun tak berhasil. Kejadiannya 3 tahun lalu. Karena besar kandungan pada kehamilan kini melebihi yang lalu, resiko persalinan normal sangat besar lantaran khawatir terjadi robekan dalam rahim lantaran luka bekas operasi belum sembuh sempurna.

Setelah konsultasi dengan dokter jaga, direncanakan operasi sesar. Karena rumah sakit kawasan saya bekerja masih tipe C dimana kamar operasi tidak berjalan 24 jam, maka diagendakan pelaksanaan operasi sekitar jam setengah 7 pagi. 

Waktu berjalan begitu cepat, secepat kontraksi perut Ny. D hingga jam 5 pagi sudah pembukaan lengkap. Gawat!

Tim kamar operasi belum siaga, hanya ada kami para bidan di kamar bersalin yang pusing 7 keliling. Kalau terpaksa dilahirkan normal itu resiko perdarahan hebat, jikalau ditunda juga tak mungkin. Walau dokter jaga sudah menyarankan dukungan analgesik atau obat pengurang rasa sakit yang dapat meredam kontraksi alias perut kenceng-kenceng, namun hal tersebut tak banyak membantu. Tampak darah segar pada selang kencing yang dipasang untuk persiapan operasi, tanda ada robekan dalam rahim yang sedang terjadi. Keputusan tim diambil: bayi harus segera dilahirkan.
Selang kencing kemudian dilepas ketika kepala bayi tampak pada jalan lahir pasien ketika dia mengejan. Dengan cepat saya pakai sarung tangan dan meminta rekan kerja menyiapkan peralatan persalinan normal.

Atas saran senior, Ny. D pun lekas diinfus 2 jalur, pada asisten dan kiri sebagai pertolongan pertama bila sewaktu-waktu terjadi perdarahan lantaran robekan rahim. Jalan lahir terpaksa saya gunting demi mempercepat keluarnya kepala bayi sebagai antisipasi regangan rahim yang terlalu lama. Tujuan lainnya juga semoga luka jalan lahir lebih beraturan sehingga memudahkan penjahitan.

kalau sudah lahir, bayinya lucu begini

Syukurlah 15 menit kemudian seorang bayi manis lahir dengan sehat dan selamat. Saya menghembuskan nafas lega, namun ketika melihat perdarahan pasien yang berlangsung, hati mendadak tak karuan. Tali sentra bayi segera saya gunting, ikat dan meletakkan bayi di atas perut ibu. Setelah rekan kerja menyuntikkan obat yang merangsang kontraksi rahim, ari-ari bayi saya lahirkan dengan hati-hati semoga tidak ada sedikitpun bagiannya yang tertinggal. Kalau hingga ada, dapat merangsang perdarahan sebagai usaha tubuh untuk mengeluarkannya, resiko perdarahan jago jadi 2 kali lipat!

Perdarahan yang kemungkinan lantaran robekan dalam rahim berlangsung hampir melebihi batas normal. Beberapa butir obat saya masukkan lewat dubur Ny. D, dibantu penyuntikan obat serupa pada paha sebagai bentuk penanggulangannya. Alhamdulillah berhasil. Maaf ya Ny. D jikalau balasannya banyak tindakan yang dilakukan, istilahnya lagi kejar-kejaran nyawa nih. Beruntung sang pasien yang awalnya heri aka heboh sendiri balasannya mau kooperatif dan memudahkan saya dalam melaksanakan tindakan sesuai prosedur.

Saat tindakan penjahitan luka jalan lahir, darah yang keluar dari dalam rahim masih berlangsung meski tak sebanyak sebelumnya. Artinya obat bekerja optimal. Setelah perbaikan jalan lahir selesai, saya cek kontraksi rahim Ny. D. Normal, ukurannya juga semestinya. Perdarahan pun sewajarnya. Kondisi pasien cukup baik, kondisi hati saya juga demikian. Setelah membersihkan pasien dan diri, saya tengok sang bayi seberat 3400 gram sepanjang 49 cm itu.

“Selamat tiba di dunia, Sayang. Selamat yaa kau punya Ibu yang hebat!”



Perjuangan ibu dalam melahirkan bayinya yaitu suatu hal yang luar biasa. Benar-benar penuh pengorbanan nyawa. Adalah tepat bila nirwana di bawah telapak kaki Ibu. Tak perlu ragu bila ridho Allah mengikuti ridho Ibu. Nikmat mana lagi yang dipertanyakan selain mempunyai Ibu yang kasihnya begitu besar pada buah hatinya?

Sepanjang profesi saya sebagi bidan, inilah hal yang paling menciptakan saya bersyukur atas takdirNya: menyaksikan kelahiran, kemudian teringat usaha Mama dan kian menyayanginya.

Kalau kamu, bagaimana kisah kelahiranmu? Sudah tanya sama Ibu?
Coba deh minta didongengi ^^ Kalau saya, tiap milad selalu minta didongengi Mama :) 
Ah jadi kangen… kangen Mama dan kangen kerja. Hiks T.T


Sekian dulu yaaa...



Salam manis,

Tha_



Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel